Kebijakan Moneter Dalam Islam
Kebijakan Moneter
Dalam Islam
Sebagai Tugas
Terstruktur Kelompok Dalam Mata Kuliah Ekonomi Islam II (Makro)
Dosen Pengampu :
H. M. Ali Nasrun, S.E, M.Ec.
Disusun Oleh Kelompok 2 :
1. Yuniar Dwi P. (B1061151014)
2. Ade Wahyuni (B1061151017)
3.
Muyesaro (B1061151033)
4.
Marhamah (B1061151036)
5.
Desi Aji (B1061151037)
PRODI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kebijakan Moneter Dalam Islam” .
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen Mata
Kuliah Ekonomi Islam II (Makro) Bapak H.
M. Ali Nasrun SE. M,Ec
Makalah ini ditulis berdasarkan
berbagai sumber yang berkaitan dengan
materi tersebut terhadap ekonomi makro islam, serta infomasi dari berbagai
media yang berhubungan dengan materi tersebut terhadap ekonomi makro islam.
Tak lupa penulis sampaikan terima
kasih kepada pengajar mata kuliah Ekonomi Islam II (Makro)
atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Dan juga kepada
rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan dan pandangan, sehingga
dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat
menambah wawasan mengenai kebijakan moneter dalam islam terhadap Ekonomi Islam II (Makro). Sehingga saat berdiskusi, kita dapat meminimalisir
kesalah pahaman yang akan terjadi yang dikarenakan kurangnya pengetahuan yang
kita ketahui. Dan penulis berharap bagi pembaca untuk dapat memberikan
pandangan dan wawasan agar makalah ini menjadi lebih sempurna.
Pontianak, 21 Maret
2017
Kelompok 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A. Latar
Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................................. 1
C. Tujuan
Penulisan ................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................................ 3
A. Sejarah Kebijakan Moneter islam.......................................................................... 3
B. Pengertian
Kebijakan Moneter.............................................................................. 4
C. Manajemen
Moneter.............................................................................................. 5
D. Instrumen-instrumen
Kebijakan Moneter.............................................................. 8
E. Hal
– hal yang perlu di perhatikan dalam kebijakan moneter.............................. 12
BAB III. PENUTUP....................................................................................................... 14
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 14
B. Saran.................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Pembangunan
ekonomi pada dasarnya berhubungan dengan setiap upaya untuk mengatasi masalah
keterbatasan sumber daya. Di Negara-negara sedang berkembang, keterbatasan
sumber daya ini terutama berupa keterbatasan sumber dana untuk investasi, dan
keterbatasan devisa, di samping itu tentunya keterbatasan sumber daya manusia
yang berkualitas.
Dalam
rangka mengatasi keterbatasan sumber daya tersebut, pilihan kebijakan yang di
ambil pada umumnya berfokus padadua aspek, yaitu aspek penciptaan iklim
berusaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro, dan aspek
pengembangan infrastruktur perekonomian yang mendukung kegiatan ekonomi.
Kesetabilan
ekonomi makro tercemin pada harga barang dan jasa yang stabil serta nilai tukar
dan suku bunga yang berada pada tingkat yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan dengan kondisi neraca pembayaran intrnasional yang sehat.
Upaya
pemeliharaan kesetabilan ekonomi makro berada dalam lingkup tugas kebijakan
ekonomi makro, yaiti kebijakan moneter, kebijakan fiscal, dan kebijakan nilai
tukar. Begitu pula upaya pengembangan infrastruktur ekonomi berada dalam ruang
lingkup tugas kebijakan ekonomi mikro, seperti seperti kebijakan di bidang
industri, perdagangan, pasar modal, perbankan, dan sektor keuangan lainnya. Dua
di antara berbagai kebijakan tersebut, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan di
bidang perbankan, saat ini menjadi cakupan tugas Bank Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah kebijakan
moneter islam ?
2.
Bagaiman pengertian kebijakan
moneter menurut konvensional dan islam?
3.
Bagaimana manajemen moneter
menurut konvensional dan islam ?
4.
Bagaimana instrumen-instrumen
kebijakan moneter
5.
Apa saja hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam kebijakan moneter?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk memberikan suatu wawasan dan pengetahuan mengenai
kebijakan moneter dalam ekonomi ekonomi islam makro, dan agar lebih memahami
perkembangan ekonomi di Indonesia secara luas khusus nya di bidang tersebut.
Selain itu, makalah ini dibuat sebagai bahan penyelesaian tugas makalah mata
kuliah softskill mengenai peranan dan fungsi pemerintah dalam pereonomian serta
ruang lingkup intervensi pemerintah dalam ekonomi islam II (makro).
D. Manfaat penulisan
Manfaat dari penyusunan makalah ini
adalah sebgai berikut :
1. Mahasiswa mengetahui tentang kebijakan
moneter dalam ekonomi ekonomi islam
makro,
dan agar lebih memahami perkembangan ekonomi di Indonesia secara luas.
2.
Sebagai acuan bagi seluruh mahasiswa dalam
memahami tentang kebijakan moneter
3. dalam
ekonomi ekonomi islam makro agar lebih mudah dalam proses
pembelajaraan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sistem
moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan
inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di
bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman
Rosulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar)
karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat.
Nilai tukar emas dan perak pada masa Rosulallah ini relative stabil dengan
nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs pernah
mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand.
Misalkan pada masa bani umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham
1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran
1:15.
Pada
masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling
rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan
mengakibatkan terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan
menggantikan uang kualitas baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di
sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan bany
mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus (tembaga)
mendesak keberadaan uang logam emas dan
perak . oleh ibnu taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan
menendang keluar uang kualitas baik.
Perkembangan emas sebagai standar dari
uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
a.
The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam
peredaran
b.
The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam
menentukan nilai tukar uang yang beredar.
c.
The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter
menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di
back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan
sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit
money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak
B.
Pengertian
Kebijakan Moneter[2]
1.
Dalam Prespektif konvensional
Kebijakan
Moneter yaitu suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian atau langkah pemerintah untuk mengatur penawaran
uang dan tingkat bunga. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar
bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau
bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan
melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta
neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan
perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan
(tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan
oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
2.
Dalam Prespektif Islam
Kebijakan
Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian.Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara
kestabilan nilai uang baik terhadap factor internal maupun eksternal.
Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan
mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti
pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi,perluasan kesempatan kerja,
pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Secara
prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan
moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara
internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang
diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini
disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. …”
Mengenai
stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju
Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam
adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang
tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi
kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan
Sosial Umum.Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan
otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan
kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan
dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.
C.
Manajemen
Moneter [3]
1.
Dalam Prespektif Islam
Dasar pemikiran ini
adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan pemerintahan uang
tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif sehingga, setiap instrument
yang akan mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber dana yang tidak
produktif akan di tinggalkan.Sesuai dengan ajaran Islam, manajemen moneter yang
efisien dan adil tidak berdasarkan pada mekanisme bunga, melainkan dengan
menggunakan instrumen utama yaitu:
1. Value
Judgement , yang
dapat menciptakan suasana yang memungkinkan alokasi dan distribusi sumber yang
sesuai dengan ajaran Islam. Pada dasarnya sumber daya merupakan amanah dari
Allah yang pemanfaatannya dilakukan secara efisien dan efektif. Berdasarkan
nilai-nilai Islam, permintaan uang harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar dan investasi yang produktif bukan untuk konsumsi yang berlebihan,
pengeluaran-pengeluaran non produktif dan spekulatif.
2. Kelembagaan
yang berkaitan dengan kegiatan social ekonomi dan politik yang salah satunya
dapat menciptakan mekanisme harga yang dapat meningkatkan efisiensi dalam
pemanfaatan sumber.
3.
Mekanisme lembaga
perantara keuangan yang beroperasi berdasarkan system bagi hasil (profit dan
loss sharing). Dalam system ini permintaan uang akan dialokasikan dengan syarat
hanya untuk proyek-proyek yang bermanfaat dan hanya kepada debitur yang mampu
mengelola proyek secara efisien. Dengan persyaratan tersebut diharapkan dapat
meminimalisasikan permintaan uang untuk pemanfaatan tidak berguna, non
produktif dan spekulatif. Selain itu dapat menciptakan masyarakat yang memiliki
jiwa kewirausahaan sekalipun dari golongan miskin. Karena wirausahawan dapat
menghasilkan output, perluasan kesempatan kerja dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Untuk
menciptakan keseimbangan antara money demand dan money supply banyak pendekatan
praktis yang dapat digunakan untuk memperkirakan permintaan uang yang konsisten
dengan realisasi pencapaian tujuan sosio ekonomi dengan kerangka stabilitas
harga dan kemudian memantapkan rentangan target pertumbuhan penawaran uang yang
akan membantu tercapainya kecukupan permintaan ini secara memungkinkan.
Pentargetan moneter sebanding dengan perputaran uang yang dapat diprediksikan
secara nalar pada periode yang tepat.
2.
Dalam Prespektif Konvensional
Ketidakteraturan dan hubungan antarvariabel yang kompleks
dalam perekonomian sering mempersulit kita mengidentifikasi alur suatu
kebijakan moneter. Banyak pihak melihat bahwa mekanisme moneter seperti kotak
hitam (black-box) sehingga perlu memahami proses yang terjadi didalamnya. Pada
dasarnya ada dua paradigma dalam memahami mekanisme transmisi moneter, yakni
paradigma uang pasif dan paradigma uang aktif. Perbedaan antara dua paradigma
ini terletak dari penggunaan sasaran operasional yang digunakan dalam mekanisme
moneter
Uang
Pasif
Paradigma uang pasif meyakin bahwa
kesenjangan output merupakan kausal
utama dalam mekanisme transmisi. Dalam paradigma ini suku bunga jangka pendek
dan nilai tukar dijadikan sasaran antara yang pada gilirannya mempengaruhi
perkembangan besaran permintaan, kesenjangan output, dan ekspetasi inflasi. Dalam paradigma uang pasif, uang
dinyatakan sebagai variabel endogen sehingga otoritas moneter tidak mampu
sepenuhnya mengatur jumlah uang beredar.
Asumsi yang digunakan dalam
paradigma endogen konvensional adalah:
a.
Jumlah uang beredar adalah dependent terhadap suku bunga, uang adalah variabel endogen.
b. Instrumen moneter yang dijadikan
sasaran operasional bank sentral bukan jumlah yang beredar, melainkan suku
bunga.
Sasaran pokok paradigma ini adalah
tercapainya target inflasi yang telah ditetapkan sebelumnya (price targeting)
dengan menggunakan sasaran suku bunga jangka pendek sebagai instrumen
monsternya.
Chart
paradigma uang pasif
Instrumen moneter (suku bunga) - suku
bunga jangka pendek dan nilai tukar- agregat
demand, kesenjangan output dan
ekspektasi inflasi - inflasi.
Uang
Aktif
Paradigma uang aktif meyakini bahwa
likuiditas merupakan kausal pertama dalam mekanisme transmisi moneter. Dalam
paradigma ini suku bunga dianggap sebagai resultante biasa yang terjadi dalam
mekanisme transmisi moneter. Penganut paradigma ini adalah Milton Friedman.
Paradigma uang aktif secara sederhana dapat dijelaskan dengan teori kuantitaa
(quantity theory of money) MV=PT, yang merupakan pijakan utama paradigma uang
aktif. Perubahan % M + dengan % V sebanding dengan perubahan % P + % T. Dalam
paradigma ini diasumsikan bahwa M secara penuh mampu dikendalikan oleh otoritas
moneter sedangkan nilai V konstan sehingga jumlah uang beredar merupakan
instrumen moneter pemerintah dalam mengendalikan inflasi.
Paradigma uang aktif dalam teori
konvensional menganggap uang adalah variabel eksogen yang bentuk kurva
penawarannya bersifat inelastic sempurna.
Sasaran pokok yang ingin dicapai oleh kebijakan dengan paradigma ini adalah
tekendalinya tingkat inflasi dengan menggunakan besaran moneter (jumlah uang
beredar) sebagai sasaran operasional.
Chart paradigma uang aktif
Instrumen moneter (besaran jumlah
uang beredar)- target oprasional-target antara-ainflasi.
D.
Instrumen-instrumen
Kebijakan Moneter[4]
1.
Dalam
Prespektif Konvensional
Instrumen-instrumen
pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional antara lain adalah:
a. Kebijakan Pasar Terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli
atau menjual surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral
ingin menambah suplai uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan
sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka bank sentral akan
menjual obligasi.
b. Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya menentukan
angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank
(demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank
sentral menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat
menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
c. Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum
atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort).
Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga
sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar
bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank
komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan
meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap
tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai kecendrungan untuk
meminjam dari bank sentral.
d. Moral Suasion (imbauan moral )
Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa himbauan/bujukan moral
kepada bank.
Instrumen-instrumen
konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open
market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat
digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam.
Walaupun
pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara
prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam
pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis
instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan
terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu,
apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara
otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan
menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya.
2.
Dalam Prespektif Islam
Adapun instrumen
moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen moneter
pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi
underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen
konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open
market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat
digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah
instrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam
masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti Reserve
Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in
monetary base.
Dalam ekonomi Islam,
tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan kebijakan
discount rate tersebut. Bank Sentral
Islam memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi
moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas
bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan
uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol
jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Beberapa mazhab instrumen kebijakan
moneter dalam ekonomi Islam, antara lain :
1.
Mazhab
pertama (Iqtishaduna)
Pada masa awal
islam tidak diperlukan suatu kebijakan moneter karena system perbankan hampir
tidak ada dan penggunaan uang sangat minim. Jadi, tidak ada alasan yang memadai
untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap penawaran akan uang melalui
diskresioner. Tambahan pula, kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan uang
karena kredit hanya digunakan diantara para pedagang. Selain itu, peraturan
pemerintah tentang surat peminjaman (promissory notes) dan instrument negosiasi
(negotiable instruments) dirancang sedemikin sehingga tidak memungkinkan
penciptaan uang.
Promissory notes
atau bill exchange dapat diterbitkan untuk membeli barang dan jasa atau
mendapatkan sejumlah dana segar, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan
kredit. Aturan-aturan tersebut mempengaruhi keseimbangan antara pasar barang
dan pasar uang berdasarkan transaksi tunai. Dalam nasi’a atau aturan transaksi
lainnya, uang yang dibayarkan atau diterima bertujuan mendapatkan komoditas
atau jasa.
Instrument lain
yang pada saat ini digunakan untuk mengatur jumlah peredaran uang serta
mengatur tingkat suku bunga jangka pendek adalah OMO (jual-beli surat berharga
pemerintah) yang belum dikenal pada masa awal pemerintahan islam. Selain itu,
tindakan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bertentangan dengan
ajaran islam yang melarang praktek riba.
2.
Mazhab
Kedua (Mainstream)
Tujuan kebijakan
moneter pemerintah adalah maksimisasi alokasi sumber daya untuk kegiatan
ekonomi produktif. Alquran melarang praktek penumpukan uang (money hoarding)
karena membuat uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, mazhab ini merancang sebuah
instrument kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar kecilnya
permintaan akan uang (MD) agar dapat dialikasikan pada peningkatan
produktivitas perekonomian secara keseluruhan.
Permintaan dalam
islam dikelompokkan dalam dua motif yaitu motif transaksi (transaction motive)
dan motif berjaga-jaga (precautionary motive). Semakin banyak uang yang
menganggur (iddle) berarti permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (MDprec)
semakin besar, sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang
menganggur berbanding terbalik dengan permintaaan akan uang untuk berjaga-jaga.
Dues of iddle fund adalah instrument kebijakan yang dikenakan pada semua asset
produktif yang menganggur.
3.
Mazhab ketiga (alternative)
System kebijakan
moneter yang dianjurkan oleh mazhab ini adalah syuratiq process yaitu kebijakan
yang diambil berdasarkan musyawarah bersama otoritas sector riil. Menurut
pemikiran mazhab ini, kebijakan moneter adalah repeated games in game theory.
Dalam hal ini, bentuk kurva penawaran dan permintaan akan uang mirip tambang
yang melilit dengan kemiringan (slope) positif akibat knowledge induced
processI dan informant sharing yang baik.
Menurut mazhab
ini, keseimbangan di sector moneter adalah derivasi keseimbangan di sector
riil, sedangkan kebijakan sector moneter adalah harmonisasi dengan kebijakan
sector riil.Menurut Dr M.A. Choudhury, harmonisasi antara sector riil dan
sector moneter menghasilkan kurva jangka panjang dari MS dan MD yang berbentuk
jalinan tambang, yang mendukung pertumbuhan nasional (Y).
E.
Hal
– hal yang perlu di perhatikan dalam kebijakan moneter[5]
1.
Inflasi penargetan
Berdasarkan
pendekatan kebijakan target adalah untuk menjaga inflasi , di bawah sebuah
definisi tertentu seperti Indeks Harga Konsumen , dalam kisaran yang
diinginkan. Target inflasi ini dicapai melalui penyesuaian berkala kepada Bank
Sentral suku bunga target. Tingkat bunga yang digunakan adalah umumnya tingkat
antar bank di mana bank meminjamkan kepada satu sama lain semalam untuk
keperluan arus kas. Tergantung pada negara ini tingkat bunga tertentu yang bisa
disebut uang bunga atau sesuatu yang serupa.
Target suku
bunga dipertahankan untuk jangka waktu tertentu menggunakan operasi pasar
terbuka. Biasanya durasi bahwa target suku bunga dipertahankan konstan akan
bervariasi antara bulan dan tahun. Target suku bunga biasanya ditinjau secara
bulanan atau kuartalan oleh komite kebijakan.
Perubahan target
suku bunga dibuat sebagai tanggapan terhadap berbagai indikator pasar dalam
upaya untuk memperkirakan tren ekonomi dan dengan demikian pasar tetap pada
jalur untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Sebagai contoh, satu
metode sederhana inflation targeting disebut aturan Taylor menyesuaikan tingkat
suku bunga sebagai respon terhadap perubahan dalam tingkat inflasi dan
kesenjangan output . Aturan diusulkan oleh John B. Taylor dari Universitas
Stanford .
Penargetan
inflasi pendekatan untuk pendekatan kebijakan moneter ini dipelopori di
Selandia Baru. Hal ini saat ini digunakan di Australia , Brazil , Kanada ,
Chile , Kolombia , yang Republik Ceko , Selandia Baru , Norwegia , Islandia ,
Filipina , Polandia , Swedia , Afrika Selatan , Turki , dan Inggris .
2.
Harga
Penargetan Tingkat
Harga penargetan
tingkat mirip dengan inflation targeting kecuali bahwa pertumbuhan CPI dalam
satu tahun atas atau di bawah target tingkat harga jangka panjang adalah offset
pada tahun-tahun berikutnya sehingga tingkat harga yang ditargetkan tercapai
dari waktu ke waktu, misalnya lima tahun, memberikan kepastian lebih lanjut
tentang masa depan kenaikan harga kepada konsumen. Dalam inflation targeting apa
yang terjadi pada tahun-tahun terakhir segera tidak diperhitungkan atau
disesuaikan dalam tahun berjalan dan masa depan.
3.
Agregat Moneter
Pada 1980-an,
beberapa negara menggunakan pendekatan yang didasarkan pada pertumbuhan konstan
dalam jumlah uang beredar. Pendekatan ini disaring untuk memasukkan kelas yang
berbeda dari uang dan kredit (M0, M1 dll). Di Amerika Serikat ini pendekatan
kebijakan moneter dihentikan dengan pemilihan Alan Greenspan sebagai Ketua Fed.
Pendekatan ini juga kadang-kadang disebut monetarisme . Sementara kebijakan
yang paling moneter berfokus pada sinyal harga satu bentuk atau lain,
pendekatan ini difokuskan pada jumlah moneter.
4.
Nilai Tukar Tetap
Kebijakan ini
didasarkan pada mempertahankan nilai tukar tetap dengan mata uang asing. Ada
berbagai tingkat nilai tukar tetap, yang dapat peringkat dalam kaitannya dengan
cara kaku kurs tetap adalah dengan bangsa jangkar.
Di
bawah sistem nilai fiat tetap, pemerintah daerah atau otoritas moneter
menyatakan nilai tukar tetap tetapi tidak aktif membeli atau menjual mata uang
untuk mempertahankan tingkat. Sebaliknya, tingkat dipaksakan
oleh-konvertibilitas tindakan-tindakan non (misalnya kontrol modal , impor /
lisensi ekspor, dll). Dalam hal ini ada tingkat pasar gelap tukar dimana
perdagangan mata uang pada pasar / nilai tidak resmi.
Di
bawah sistem fixed-konvertibilitas, mata uang dibeli dan dijual oleh bank
sentral atau otoritas moneter setiap hari untuk mencapai nilai tukar target.
Tingkat mungkin target tingkat tetap atau sebuah band tetap di mana nilai tukar
dapat berfluktuasi sampai otoritas moneter campur tangan untuk membeli atau
menjual yang diperlukan untuk mempertahankan nilai tukar dalam band. (Dalam
kasus ini, nilai tukar tetap dengan tingkat tetap dapat dilihat sebagai kasus
khusus dari kurs tetap dengan band-band di mana band-band yang diatur ke nol.)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kebijakan Moneter yaitu
suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan
sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian atau langkah pemerintah untuk mengatur penawaran uang dan tingkat
bunga. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman,
"margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak
sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi
dengan pemerintah lain.
Instrumen-instrumen
pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional antara lain adalah:
operasi pasar terbuka, tingkat diskonto, ketentuan cadangan minimum, imbauan
moral
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam kebijakan moneter ialah,
1. Inflasi
penargetan
2. Harga
Penargetan Tingkat
3. Agregat
Moneter
4. Nilai
Tukar Tetap
B.
Saran
Ekonomi islam harus dikembangkang dan didukung
oleh sebuah system yang baik, maka yang paling penting adalah membangun
pereekonomian umat secara nyata, sehingga bisa di rasakan secara lebih luas
lagi oleh masyarakat dalam bentuk pengembangan sektor riil dengan di topang
oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah . sehingga pada akhirnya diharapkan
pada produktivitas dan kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat . kita
berharap system ekonomi syariah (dengan langkah langkah tersebut di atas ) akan
berkembang dari ekonomi alternative menjadi satu satu nya system ekonomi yang mampu mensejahterakan umat dan
bangsa kita, sekarang maupun di masa yang akan datang.
[1] Karim,
Azwar AdiwarmanEKONOMI ISLAM ; Suatu Kajian Ekonomi Makro,( Jakarta : IIIT
Indonesia, 2002.) hal 141.
[2] Nopirin,
Ph.D. Ekonomi Moneter: edisi ke 1 (yogyakarta:BPFE-YOGYAKARTA , 1987).Hal 51
[3] Karim,
Azwar AdiwarmanEKONOMI ISLAM ; Suatu Kajian Ekonomi Makro,( Jakarta : IIIT
Indonesia, 2002.) hal 157.
[4] Karim,
Azwar AdiwarmanEKONOMI ISLAM ; Suatu Kajian Ekonomi Makro,( Jakarta : IIIT
Indonesia, 2002.) hal 187.
[5] Nurul
Huda et al ,ekonomi makro islam; pendekatan teoritis . (Jakarta : KENCANA,
PRENADAMEDIA GROUP. 2008 ) Hal 53
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Azwar AdiwarmanEKONOMI ISLAM ; Suatu Kajian Ekonomi Makro,(
Jakarta : IIIT Indonesia, 2002.)
Nurul Huda et al ,ekonomi makro islam; pendekatan teoritis .
(Jakarta : KENCANA, PRENADAMEDIA GROUP. 2008 )
Nopirin, Ph.D. Ekonomi Moneter: edisi ke 1
(yogyakarta:BPFE-YOGYAKARTA , 1987)
Sangat membantu
BalasHapus